Saya Tidak Bersalah, Pak !!


Anda mungkin pernah mendengar berita baru-baru ini tentang kemungkinan polisi salah tangkap terhadap tiga orang yang dicurigai sebagai pelaku pembunuhan Asrori di kebun tebu. Bagaimana tidak, ternyata tubuh Asrori yang sebenarnya ditemukan tidak jauh dari rumah Ryan, terbukti merupakan salah satu korban Ryan yang ke sepuluh.

Tiga orang yang terlanjur dihukum antara 12 sampai 17 tahun penjara tersebut mengaku dipaksa dan disiksa hingga melampaui batas ketahanan mereka atas tuduhan membunuh Asrori di kebun tebu, padahal belakangan diketahui pelaku sebenarnya adalah Ryan, sedang mayat dikebun tebu sampai saat ini tidak diketahui identitasnya dan pelaku pembunuhnya.

Jika anda pernah mengetahui seluk beluk teknik polisi didalam menginterogasi tahanan, maka boleh jadi kejadian salah tangkap dan penyiksaan untuk membuat tahanan mengaku menjadi masuk akal.

Adalah penulis yang baru-baru ini mengunjungi seorang teman yang divonis 6 tahun penjara atas perkara pidana, bercerita bagaimana ia disiksa selama satu minggu agar mengakui perbuatan yang menurutnya tidak pernah ia lakukan. Selama 1 minggu tersebut ia di interogasi tanpa didampingi pengacara dan disiksa dengan cara tubuh dan kepalanya dipukul menggunakan rotan sebesar lengan orang dewasa berulang kali dan membuatnya pingsan selama dua hari, kemudian ia tidak diberi makan dan minuman serta tidak boleh dibesuk oleh kelurganya dengan tujuan menurunkan mentalnya, kemudian ia juga disuruh telentang dan kemudian tubuhnya diinjak-injak oleh tiga orang polisi, jempol tanggannya di tindih dengan kursi yang diduduki satu oarang polisi hingga pecah, kening yang di lobangi dengan menggunakan stepler hingga darah mengucur deras dari keningnya, kemudian lubang telinga yang ditusuk menggunakan kayu hingga berdarah, dan sebagainya, namun ia tetap tidak mengaku sampai pada akhirnya ia dipaksa meminum minuman keras dan dalam keadaan mabuk itulah ia dipaksa menanda tangani Berita Acara Pemeriksaan yang isinya pengakuan atas segala perbuatan yang dituduhkan.

Dipersidangan ia sempat mengaku disiksa dan menolak Berita Acara Pemeriksaan yang ia tanda tangani dengan alasan dipaksa, namun hakim dan jaksa tak satupun yang percaya dan memperdulikannya bahkan tetap menjatuhkan vonis 6 tahun penjara.

Seluruh cerita teman tentang penyiksaan yang ia terima dapat dipercaya mengingat bekas penyiksaan seperti bekas luka di kening yang distepler, atau pendengaran yang berkurang akibat tusukan kayu di lubang telinga masih membekas hingga kini. Lagi pula 1 minggu setelah ia diinterogasipun banyak saksi dari pihak keluarga yang melihat kondisi tubuhnya yang menggenaskan akibat penyiksaan, bahkan untuk berjalanpun ia harus dibopong keruang besuk dengan bekas darah masih menempel disekujur tubuhnya.

Mengapa “oknum” aparat keamanan melakukan hal tersebut ? Jawabannya tentu tidak lain karena ketidak profesionalan mereka didalam menjalankan pekerjaan. Bagi mereka buat apa repot-repot mengumpulkan bukti kejahatan jika tahanan bisa dibuat mengaku dengan cepat dengan cara disiksa.

Sayangnya jika para pejabat yang berwenang di kepolisian di protes tentang ketidak adilan yang mereka lakukan, mereka selalu menampik beralasan bahwa hal itu hanyalah perbuatan “oknum” tertentu yang tidak dapat disamaratakan kepada seluruh korps yang seharusnya mengayomi masyarakat tersebut.