Puasa Orang Miskin


Tidak terasa bulan puasa kali ini sudah masuk ke hari yang ketujuh. Alhamdulillah sampai saat ini puasa dapat dijalankan dengan lancar tanpa hambatan suatu apapun. Apalagi setiap sahur sang istri atau orang tua dirumah selalu menghidangkan menu sahur yang penuh dengan bermacam-macam lauk pauk mengugah selera, sebagai bekal puasa pada siang harinya agar tubuh tetap fit dan bugar. Begitu juga pada saat berbuka puasa, bermacam hidangan yang biasanya jarang ada dibulan lainnya terhidang sebagai makanan pembuka sebelum masuk ke hidangan utama. Gunanya tak lain untuk mengembalikan kondisi tubuh setelah seharian berpuasa.dengan makanan penuh gizi.

Cerita singkat diatas mungkin tidak berbeda jauh dengan cerita para pembaca sekalian dirumah. Selama ini mungkin kita hanya berpuasa dibulan ramadhan saja. Itupun setelah saatnya berbuka puasa, kita tetap dapat menikmati hidangan sepuas-puasnya.Tetapi tahukah anda bahwa ribuan bahkan mungkin jutaan orang disekitar kita, kaum fakir dan miskin tidak hanya berpuasa dibulan ramadhan, melainkan hampir disetiap hari. Maksudnya adalah, hampir setiap hari mereka menahan lapar dan tidak dapat makan dengan layak.

Berikut pengalaman penulis ketika berbincang-bincang dengan salah seorang tetangga yang kerjanya sebagai tukang cuci dari rumah ke rumah. Setiap hari ia harus keluar rumah pukul 5 pagi ke rumah pelanggannya sampai jam 12 siang. Dari jangka waktu tersebut ia bekerja pada 3 keluarga secara bergantian dengan tugas mencuci baju, menyetrika, menyapu, mengepel, dan pekerjaan rumah tangga lainnya. Dari tiga keluarga tersebut ia digaji sebesar Rp 200.000,- perbulan perkeluarga atau dengan kata lain ia mendapat penghasilan sebesar Rp 600.000,- perbulan. Dengan uang hasil keringatnya tersebut ia menghidupi seorang anaknya yang berumur 3 tahun, kedua orang tuanya, dan satu adik perempuannya. Maka tidak heran dengan gaji sekecil itu ia sekeluarga harus berhemat dengan makan hanya sebanyak 2 kali sehari dengan lauk garam dan cabe rawit. Terkadang jika ada rezeki lebih mampulah ia membeli ikan asin atau kerupuk. Jangan bayangkan tentang membeli pakaian yang indah-indah karena untuk tinggal saja mereka masih harus membayar kontrak sebesar Rp 50.000,- perbulan, belum lagi kebutuhan hidup lainnya.

Jika kita renungkan lagi hal cerita diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa betapa lapar dan dahaga puasa kita selama ini ternyata hanya seujung kuku saja, karena begitu banyak tukang cuci, tukang becak, pengemis, dan sebagainya yang deritanya mungkin tidak terbayangkan oleh kita semua. Oleh karena itulah, semoga dibulan puasa (ramadhan) yang penuh berkah inilah, dapat membuat kita menemukan makna syukur dan menjalankan ibadah puasa dengan hati ikhlas.