Aborsi dan Resiko Kematian


Data WHO menunjukkan bahwa aborsi yang dilakukan di negara-negara berkembang sebagian besar bahkan 90% diantaranya dilakukan dengan cara yang tidak benar. Oleh itu tak heran jika angka kematian ibu pada saat melakukan aborsi mencapai 11 sampai dengan 13.persen

Aborsi sah-sah saja jika memang harus dilakukan misalnya dengan alasan kesehatan, dilakukan pada usia kandungan dibawah 4 bulan, dan dilakukan oleh orang yang benar (dokter kandungan). Namun kenyataannya di Indonesia sendiri aborsi dilakukan dengan cara tradisional seperti melalui pengurutan yang dilakukan oleh dukun beranak atau tenaga medis yang tidak terampil.

Parahnya lagi dukun atau tenaga medis tersebut melakukan abosrsi ilegal dengan menggunakan alat-alat yang tidak seharusnya yang dimasukkan kedalam vagina seperti akar pohon, kateter, atau alat operasi lainnya yang dikhawatirkan dapat menembus rahim.

Proses abosri ilegal tersebut selain membuat rasa sakit yang tak tertahankan bagi sang ibu, juga menyebabkan komplikais medis yang berujung pada kematian seperti pendarahan, infeksi saluran reproduksi, nyeri panggul kronis, anemia, leher rahim robek, dan lain-lain. Jika alat reproduksi rusak akibat aborsi ilegal tersebut, maka tentu dampaknya bersifat jangka panjang seperti infertilitas (tidak bisa hamil atau mandul).