Kemampuan Logika dan Analisa

Dijaman yang serba bebas saat ini, komunikasi semakin besar peranannya. Setiap saat kita dituntut untuk memahami perkataan atau pernyataan yang disampaikan oleh pembicara baik ditelevisi, radio ataupun surat kabar. Dengan makin makin canggihnya teknik propaganda, maka kita pun makin dituntut untuk mempertajam kemampuan logika dan analisa kita untuk memisahkan antara esensi dan sensasi.

Pemakaian Bahasa Emosi
Bahasa emosi seringkali dapat merugikan kita jika penulis atau pembicara berusaha membumbui interpretasi fakta dasar dengan fakta yang bias. Contoh, sebuah berita politik sering merujuk kepada para politikus terkenal untuk mempengaruhui opini pembaca atau pendengar.

Oleh karena itu alangkah baiknya jika pendengar atau pembaca memahami cara penggunaan bahasa emosional dan latar belakang pemakaianya, agar dapat memisahkan antara fakta dan emosi dengan tegas.

Argumen Yang Merujuk Pada Wibawa
Seringkali seseorang yang ingin menguatkan argumennya berkata bahwa, “saya mendengar hal tersebut dari profesor x dan saya sependapat dengannya, oleh karena itu saya pasti benar”, padahal seorang profesor sekalipun bisa saja membuat kesalahan. Ini menunjukan bahwa argumen yang didasarkan kepada wibawa belum tentu benar dan yang terpenting reputasi mereka bukanlah bukti suatu kebenaran pendapat.

Sumber Semu
Sering kali orang dalam mengutkan argumennya merujuk kepada sumber semu seperti ketika seseorang berkata “berdasarkan hasil penelitian” atau “berdasarkan hasil survei” atau “menurut para pakar” namun ketika seseorang tersebut ditanya tentang “hasil penelitian siapa ?” atau “ hasil survei yang mana ?” atau “ siapa nama pakar tersebut ?” maka ia belum tentu dapat menjawabnya karena sebenarnya ia hanya berusaha menguatkan argumennya dari sumber semu.