Petani Sawit dan Krisis Global


Krisis global yang asalnya dari Amerika tersebut ternyata berdampak pula pada kesejahteraan petani sawit diseluruh Indonesia. Bagaimana tidak, dari yang semula harga sawit perkilo pernah mencapai Rp 1.500, kini perkilonya hanya dihargai Rp 250,- saja. Maka tidak heran jika dulu untuk setiap hektar petani sawit mampu mendapatkan income sebesar Rp 4.000.000 perbulan, sekarang hanya sekitar Rp 600.000,- an.

Turunnya harga sawit tersebut disebabkan oleh turunnya permintaaan akan sawit dari negara-negara besar yang terkena krisis semacam Amerika. Sama halnya dengan penyebab terjadinya penurunan harga minyak dunia yang disebabkan menurunnya konsumsi/permintaan minyak dari Amerika karena perusahaan-perusahaan disana banyak yang bangkrut atau menurunkan produksinya.

Mudah-mudahan krisis ini cepat berlalu, karena kalau tidak tidak maka akan teradi ledakan pengangguran luar biasa akibat hilangnya mata pencarian akibat krisis. Dan semoga pemandangan beberapa bulan yang lalu (sebelum krisis) akan segera kembali seperti semula ketika Penulis pernah berkunjung ke sebuah desa penghasil sawit yang sangat makmur, dimana handphone Nokia E90 bukan barang mewah bagi mereka dan ketika para ibu-ibu rumah tangga yang sehari-hari mengenakan kalung emas 24 karat sebesar kelingking anak-anak merupakan pemandangan yang biasa, karena pada saat itu tingkat penghasilan mereka tidak jarang setara dengan gaji Direktur (penghasilan petani sawit perbulan saat itu minimal Rp 4.000.000,- untuk petani yang memiliki kebun sawit yang cukup luas, penghasilannya bahkan ada yang diatas Rp 50.000.000,-).